Kecerdasan dan Kematian
Anda mengaku orang yang cerdas? Hmm..Memangnya, orang yang cerdas itu yang seperti apa sih? Ada yang bilang, orang yang cerdas itu adalah orang yang bisa menggunakan akal, perasaan, dan tindakannya pada saat dan tempat yang sesuai. Ada lagi yang bilang, orang yang cerdas adalah orang yang IQ nya di atas 180. Ada lagi yang bilang, orang yang cerdas adalah orang yang bisa menggunakan segala kemampuan yang dia miliki, untuk menyelesaikan semua masalah-masalahnya. Apakah seperti itu yang disebut dengan orang yang cerdas? Lalu apa hubungannya dengan kematian?Kriteria-kriteria cerdas di atas tidaklah salah. Memang seperti itu adanya. Namun, bagi kita umat islam, ada kriteria cerdas yang paling tinggi, yang datangnya dari suri tauladan kita. Sayyidinaa Muhammad Rasulullaah Shalallahu ’alaihi wa salam. Seorang yang sangat cerdas, yang sejak kecil telah diberi gelar Al Amin (terpercaya), yang dengan kecerdasannya, atas izin Allaah, islam bisa tersebar sampai 2/3 dunia.
Suatu hari, Ibnu Umar Radhiyallaahu ‘Anhuma sedang duduk bersama Rasulullaah Shalallaahu ’alaihi wa salam. Tiba-tiba datanglah seorang lelaki dari kalangan anshor kemudian mengucapkan salam kepada Nabi Shalallahu ’alaihi wa salam, lalu bertanya ‘Wahai Rasulullah, siapakah orang mukmin yang paling utama?’ Rasulullah menjawab, ‘Yang paling baik akhlaqnya’. Kemudian ia bertanya lagi, ‘Siapakah orang mukmin yang paling cerdas?’. Beliau menjawab, ‘Yang paling banyak mengingat mati, kemudian yangpaling baik dalam mempersiapkan kematian tersebut, itulah orang yang paling cerdas.’ (HR. Ibnu Majah, Thabrani, dan Al Haitsamiy. Syaikh Al Albaniy dalam Shahih Ibnu Majah 2/419 berkata: hadits hasan)
Dari hadist di atas. Setidaknya kita dapatkan 2 ciri orang yang cerdas menurut Rasulullah shalallahu ’alaihi wa salam.
Pertama, yang paling banyak mengingat mati.
Dalam satu hari, berapa kali kita mengingat mati? Sudahkah kita mengingatnya hari ini? Hmm..Mungkin tidak pernah sama sekali. Terlalu sibuknya kita dengan urusan dunia, membuat kita lupa akan kematian. Padahal Rasulullaah saja yang sudah dijamin masuk surga, dikabarkan bahwa dalam sehari bisa sampai seratus kali mengingat mati.
Ingatlah, setiap yang berjiwa pasti akan merasakan mati. (Allah yang bilang lhoo..) Siapa pun kita, di manapun kita berada, kematian selalu mengintai kita. Baik yang masih muda, apalagi yang sudah tua, pasti akan mati. Para raja, presiden, dan orang-orang yang berkuasa lainnya, pasti juga merasakan mati. Dia tidak bisa menunda kematiannya dengan kekuasaannya. Orang yang shalih maupun durhaka, juga akan merasakan mati. Walaupun kita bersembunyi, di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh, kalau kematian sudah datang, tidak ada yang bisa mencegahnya, tidak ada yang bisa menangguhkannya. Karena seluruh yang ada di atas dunia ini adalah fana (tidak kekal), kecuali Allah pemilik alam semesta. Ia tetap kekal keberadaannya.
“Setiap yang berjiwa pasti akan merasakan mati, dan Kami menguji kalian dengan kejelekan dan kebaikan sebagai satu fitnah (ujian), dan hanya kepada Kami lah kalian akan dikembalikan.” (Al-Anbiya`: 35)
“Di mana saja kalian berada, kematian pasti akan mendapati kalian, walaupun kalian berada di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh.” (An-Nisa`: 78)
Rasulullaah shalallahu ’alaihi wa salam pernah bersabda:
“Perbanyaklah kalian mengingat pemutus kelezatan (yakni kematian).” (HR. At-Tirmidzi no. 2307, An-Nasa`i no. 1824, Ibnu Majah no. 4258. Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu berkata tentang hadits ini, “Hasan shahih.”)
Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullahu berkata, “Ad-Daqqaq berkata, ‘Siapa yang banyak mengingat mati, ia akan dimuliakan dengan tiga perkara: bersegera untuk bertaubat, hati merasa cukup, dan giat/semangat dalam beribadah. Sebaliknya, siapa yang melupakan mati ia akan dihukum dengan tiga perkara: menunda taubat, tidak ridha dengan perasaan cukup dan malas dalam beribadah. Maka berpikirlah, wahai orang yang tertipu, yang merasa tidak akan dijemput kematian, tidak akan merasa sekaratnya, kepayahan, dan kepahitannya. Cukuplah kematian sebagai pengetuk hati, membuat mata menangis, memupus kelezatan dan menuntaskan angan-angan. Apakah engkau, wahai anak Adam, mau memikirkan dan membayangkan datangnya hari kematianmu dan perpindahanmu dari tempat hidupmu yang sekarang?” (At-Tadzkirah, hal. 9)
Al-Hasan Al-Bashri rahimahullahu berkata, “Tidaklah hati seorang hamba sering mengingat mati melainkan dunia terasa kecil dan tiada berarti baginya. Dan semua yang ada di atas dunia ini hina baginya.”
Kedua, yang paling baik dalam mempersiapkan kematian tersebut.
Pernahkah terpikirkan oleh kita, bagaimana kalau kita mati besok? Hal apa yang akan kita lakukan untuk mempersiapkan kematian yang akan segera datang itu? Mungkin, banyak diantara kita yang berkata bahwa saya akan langsung bertaubat, memperbanyak ibadah kepada Allah SWT, dan meminta maaf kepada orang-orang yang pernah saya sakiti, sehingga gugurlah semua dosa, dan berharap masuk surga. Hmm….sayangnya, kita tidak pernah tahu kapan kita akan mati.
Terkait dengan kematian, ada 3 hal yang tidak akan pernah kita ketahui, kecuali jika telah terjadi. Pertama adalah waktunya. Pernah mendengar berita tetang meninggalnya tetangga kita, padahal beberapa menit yang lalu baru saja bertemu dengan kita dalam keadaan segar bugar? Pernah mendengar berita meninggalnya teman kita yang masih muda belia? Ya. Kita tidak pernah tahu. Kedua adalah bagaimana caranya. Bisa saja kita meninggal dalam insiden kecelakaan, bencana alam, dibunuh, atau mungkin bunuh diri?? Ketiga yaitu tempatnya. Di rumah, di sekolah, di kampus, di jalan, atau bahkan di tempat tidur sekalipun. Bisa saja kematian itu menghampiri kita.
Jangan sampai kita menyesal.
Siapkah kita ketika kematian itu datang? Tentunya, kita mati dalam keadaan husnul khotimah, kan. Kita menginginkan kematian kita pada waktu yang baik, tempat yang baik, dan dengan cara yang baik. Tapi bagaimana kalau kita mati beberapa saat setelah adzan maghrib berkumandang, namun kita tidak menghiraukannya. Kita malah sibuk mempersiapkan diri untuk menghadiri undangan pesta dari teman kita. Kemudian di tempat pesta kita mabuk, padahal adzan isya telah berkumkitang tapi lagi-lagi tidak dihirauka. Dan ketika pulang dari pesta, obil yang kita tumpangi mengalami kecelakaan, dan kita mati. Na’udzubillahi min dzalik.
Mungkin pada saat itu, ketika Allah hendak mencabut nyawa kita, kia berkata ”nanti dulu ya Allaah, saya belum sholat maghrib, saya belum sholat isya. Apalagi amal saya, masih sedikit sekali Ya Allaah. Tolong jangan cabut nyawa saya sekarang”. Tapi sayang, siapa yang mampu melawan kehendak Allah??
“Maka apabila telah tiba ajal mereka (waktu yang telah ditentukan), tidaklah mereka dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak pula mereka dapat mendahulukannya.” (An-Nahl: 61)
“Dan infakkanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepada kalian sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kalian, lalu ia berkata, ‘Wahai Rabbku, mengapa Engkau tidak menangguhkan kematianku sampai waktu yang dekat hingga aku mendapat kesempatan untuk bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang shalih. Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan kematian seseorang apabila telah datang ajal/waktunya.” (Al-Munafiqun: 10 -11)
Perjalanan jauh, bekal apa yang kita bawa??
Ketika kita akan pergi ke suatu tempat yang jauh, tentu kita akan mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik. Mulai dari persiapan fisik, bekal selama di perjalanan, dan bekal ketika kita berada di tempat yang jauh tersebut. Sama halnya dengan kehidupan kita di dunia ini. Kehidupan ini hanyalah sementara. Hanya sebuah tempat persinggahan. Tujuan akhir kita adalah negeri akhirat. Pertemuan kita dengan Allah SWT. Bagaimana mungkin kita tidak mempersiapkan bekal untuk menuju akhirat nanti? Bagaimana mungkin kita tidak mempersiapkan diri untuk bertemu dengan Allah, yang telah menciptakan kita?
Ahh..saya kan masih muda. Masih banyak waktu dan kesempatan untuk bertaubat. Hey heyy…hellloowww. Nggak ingat sama 3 hal yang sudah dijelaskan di atas? Masih yakin kalo hidupnya masih panjang? Masih yakin kalo besok masih bisa merasakan hangatnya mentari dan sejuknya udara pagi?
Ingat, rumah mewah dan megah yang kita miliki saat ini, ketika kita mati, akan berganti dengan kuburan yang sempit dan gelap gulita. Kasur-kasur empuk, permadani-permadani indah yang kita gunakan untuk tidur saat ini, ketika kita mati akan berganti dengan tanah yang basah dan kotor. Uang, perhiasan, pakaian, dan harta lainnya yang kita gunakan saat ini, ketika kita mati akan berganti menjadi 2 helai kain kafan putih. Orang tua, saudara, anak, istri, suami, sahabat, dan teman-teman kita yang banyak saat ini, ketika kita mati, akan berganti dengan ulat, cacing, dan belatung. Masih berbangga dirikah kita dengan segala hal yang kita miliki di dunia ini, dan tidak mempersiapkan bekal kita di akhirat nanti??
Betapa meruginya diri kita yang hendak menuju tempat terakhir kita yang abadi, yang akan menuju penciptanya, tetapi tidak mempersiapkan bekal yang terbaik. Padahal Allah sudah ingatkan, “Dan hendaklah setiap jiwa memerhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat).” (Al-Hasyr: 18)
Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullahu menjelaskan ayat di atas dengan menyatakan, “Hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab, dan lihatlah amal shalih apa yang telah kalian tabung untuk diri kalian sebagai bekal di hari kebangkitan dan hari diperhadapkannya kalian kepada Rabb kalian.”(Al-Mishbahul Munir fi Tahdzib Tafsir Ibni Katsir, hal. 1388)
Kita yakin bahwa kita akan mati. Tapi mengapa kita tidak pernah peduli untuk mempersiapkan bekal menghadapi kematian itu? Benarlah apa yang diungkapkan oleh penyair berikut ini:
Aku tahu aku kan mati namun aku tak takutHatiku keras bak sebongkah batuAku mencari dunia seakan-akan hidupku kekalSeakan lupa kematian mengintai di belakang
Bermanfaat gan :)
BalasHapus